Notice: Undefined index: act in /var/www/html/fhukum/media.php on line 18
Fakultas Hukum Untag Surabaya

PILKADA AMAN DAN DAMAI SEBAGAI WUJUD NASIONALISME

Senin, 25 Juni 2018 - 15:30:52 WIB
Dibaca: 363 kali

Sebelum masuk masa tenang 24 Juni besok, seluruh partai harus menyerahkan keyakinannya pada Bawaslu dan masyarakat. Bawaslu dan masyarakat adalah pengawas sekaligus pemegang peranan penting dalam Pilkada. Pilkada serentak, aman, dan damai harus menjadi tujuan utama seluruh partai. Ketika heboh fatwa fardu ain terkait salah satu pasangan di Jawa Timur maka perlu dipertanyakan entitas yang mengatakan bahwa wajib itu jaminan untuk mencapai hasil yang sempurna. Ini merupakan penistaan terhadap Pilkada. Apabila saya mengatakan pada rekan mahasiswa bahwa lagu Aisah Bojoku Jatuh Cinta Pada Jamilah adalah bentuk pelecehan kepada kaum perempuan kemudian ketika mahasiswa tidak meyakini opini tersebut, apakah saya berhak marah? Tidak boleh, karena opini demikian sebetulnya bersifat memancing untuk mendiskusikan lebih lanjut lagi apakah lagu tersebut mengandung pelecehan seksual didalamnya?

Sama halnya ketika kampanye hitam yang mengutamakan SARA untuk mencegah pasangan lainnya sebetulnya harus segera ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Hal ini menjadi penting karena memberikan rasa aman dan damai itu sesuatu yang sulit ketika tidak ada ketegasan didalamnya. Penistaan terhadap Pilkada saat ini lebih mengarah pada penyebaran informasi hoaks. Yang patut dipertanyakan sebetulnya bagaimana ketika para calon tidak bisa memenuhi janji kampanye pada saat mereka menang Pilkada?

Aristoteles dalam bukunya berjudul Retorika mengatakan bahwa retorika didefinisikan sebagai kemampuan menemukan alat-alat persuasi yang tersedia pada setiap keadaan yang dihadapi. Retorika bermanfaat akan dua hal yaitu kebenaran dan keadilan memiliki kecenderungan alami untuk menang atas ketidakbenaran dan ketidakadilan; yang kedua ketika mereka yang melakukan retorika dihadapan audiens tertentu, pengetahuan yang kita miliki bukan jaminan untuk membuat mereka yakin terhadap apa yang kita katakan. Ada golongan audiens tertentu yang tidak bisa menerima penjelasan mengenai argumen yang dibuat dengan dasar keilmuan. Hasil yang diperoleh bahwa ketika melakukan kampanye, maka visi dan misi yang diterima secara umumlah yang menjadi kesenangan masyarakat. Sifat yang umum itu mampu mengatasi permasalahan secara baik.

Kembali pertanyaan sebelumnya yaitu ketika mereka tidak memenuhi janji kampanye maka Pilkada sebagai ajang transaksi politik dan retorika saja. Mungkin bagi mereka yang tidak memenuhi janji kampanye harus segera melakukan gentelemen’s agreement pada masyarakat. Gentelemen’s agreement sangat penting disamping visi dan misi karena ada keterikatan tanggung jawab.

Kemudian apakah kita hanya fokus pada Pilkada serentak yang aman dan damai sebagai wujud rasa nasionalisme? Betul, karena Pilkada yang demikian adalah cerminan seberapa dewasanya masyarakat dalam menyempurnakan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Tetapi ketika pelaksanaan Pilkada berjalan aman dan damai maka kesudahannya tidak menjadi prioritas masyarakat? Justru kesudahannya adalah yang terberat. Masyarakat tidak hanya sekadar memilih namun menggantungkan daerah yang dipilihnya kepada mereka. Jadi Pilkada sebetulnya tidak relevan apabila disebut sebagai pesta demokrasi murni.

Demokrasi yang murni mengacu pemikiran Socrates harus berkumpulnya masyarakat di lapangan untuk memilih pemimpin yang tepat. Bagi saya, Pilkada adalah pesta Aristokrasi karena dipimpin tokoh yang bijaksana. Kebijaksanaan tersebut akan mampu membawa masyarakat menjadi lebih peduli terhadap permasalahan disekitarnya. Permasalahan yang muncul tidak dipandang sebagai akibat salah memimpin namun muncul karena disitulah pemimpin sebenarnya dibutuhkan. Tentu harapan Pilkada aman dan damai juga wajib selama 5 tahun kepemimpinan tersebut. Para juara Pilkada harus bisa mengembalikan semangat cinta tanah air dengan mengutamakan dialog tanpa batas dan tidak terbawa dalam konflik SARA yang didahului dengan penerimaan secara utuh terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa. Kadang saya membayangkan calon yang kalah tidak melakukan gugat Pilkada dengan alasan apapun. Hal itu bisa saja terjadi kalau mereka mampu menerima kekalahan seperti pendukungnya yang segera bersatu dengan rivalnya setelah Pilkada. Jadi apabila mengacu pada prinsip persamaan maka persamaan itu itu tidak menyamakan yang tidak sama tetapi menyamakan yang sama dan yang tidak sama pun diperlakukan tidak sama. Isaiah Berlin menyatakan bahwa justice is done when equals are treated equally and unequals unequally. Terlihat tidak tidak adil namun itulah keadilan sebenarnya karena dari sanalah muncul pemikiran remedial justice yang akan berimbas pada kesadaran diri akan nasionalisme.


Untag Surabaya || Fakultas Hukum Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya