Notice: Undefined index: act in /var/www/html/fhukum/media.php on line 18
Fakultas Hukum Untag Surabaya

GENTELEMEN’S AGREEMENT ITU MELEBIHI VISI DAN MISI

Kamis, 21 Juni 2018 - 15:25:29 WIB
Dibaca: 352 kali

 

Gentelemen’s agreement Itu Melebihi Visi Dan Misi

Dalam konteks ilmu hukum, beda pilihan dalam menentukan kehidupan bernegara adalah hak yang dilindungi oleh negara bahkan perbedaan akan menghasilkan keadilan hukum namun ketika perbedaan itu menimbulkan konflik maka harus diselesaikan dalam ranah hukum. Bisa diselesaikan melalui pidana ataupun perdata. Untuk saat ini, menjelang Pilkada serentak timbul berbagai permasalahan. Mulai dari disebarnya berita hoaks, melakukan kampanye dengan topeng SARA hingga ketika kekalahan terjadi maka akan ada gugatan. Perilaku buruk tersebut tidak pantas oleh pihak manapun.

Apabila mau memahami hakikatnya, Pilkada adalah salah satu sarana agar negara itu tetap berdiri dan terjaminnya kehidupan warga negara didalamnya. Ketika masyarakat memilih maka hasil pilihan itu harus dihormati oleh pihak yang kalah. Kekalahan haruslah diterima dengan legawa karena untuk masuk menjadi peserta Pilkada juga harus mengalahkan banyak konstituen lainnya. Kemudian ketika berbeda pilihan maka yang harus menjadi perhatian utama adalah gentelemen’s agreement dari para calon pasangan Pilkada.

Sewaktu menjadi calon hingga akhirnya menjadi pemenang Pilkada, mereka harus bertanggung jawab atas apa yang disampaikan dalam panggung kampanye. Visi dan misi yang diutarakan harus tetap sama hingga selesai seluruhnya. Gentelemen’s agreement menjadi penting karena darisinilah sikap pasangan tersebut layak atau tidak. Walaupun Gentelemen’s agreement kurang menjadi perhatian dalam masa kampanye tetapi kedudukan sebetulnya lebih tinggi dari visi dan misi. Ia adalah norma dasar seperti layaknya pemikiran teori jenjang milik Hans Kelsen. Contohnya ketika mereka kalah, seharusnya tidak melakukan gugatan terkait hasil Pilkada, tidak mencari kesalahan dari pihak yang menang karena dengan adanya penerimaan atas kekalahan tersebut justru disitulah sosok pemimpin yang sebenarnya. Begitu juga ketika mereka memenangkan Pilkada maka kemenangan itu harus dipandang sebagai hasil yang muncul bahwa masyarakat betul-betul menginginkan dipimpin oleh mereka. Sebagai konsekuensinya, mereka harus betul-betul menjalankan apa yang dikampanyekan lalu.

Kemudian cara mendamaikan mereka yang bermusuhan setelah Pilkada serentak yaitu pemimpin partai pihak pemenang. Mengapa harus pemimpin partai pihak pemenang? Karena pemimpin partai pihak yang menang adalah tuan rumah dari pemimpin yang menang Pilkada. Pemimpin partai yang menang harus tetap menjalin komunikasi dengan pemimpn partai yang kalah namun tidak berkoalisi agar kepemimpinan yang menang betul-betul bersih dari pihak yang kalah. Jalinan komunikasi tersebut dapat berupa penggabungan program yang berpihak pada masyarakat luas, dengan demikian perpecahan akibat dari perbedaan itu bisa teratasi dengan baik. Selain tiu, pemimpin partai yang menang harus melakukan alienasi hak partainya kepada calonnya yang menang, hal demikian sangatlah penting karena alienasi tersebut bentuk kedewasaan pimpinan kepada anak buahnya.

Dari seluruhnya, pimpinan partai apapun harus bersikap bijkasana dalam segala hal antara lain tidak mengeluarkan uraian kebencian yang dapat memecah belah persatuan bangsa, tetap memiliki kehendak baik dalam memimpin partai dan mau mengakui kesalahannya di depan masyarakat. Dengan demikian Pilkada bukan sekadar ajang mencari pemimpin tetapi ajang menemukan kebijaksanaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti kata St. Thomas Aquinas “peace is indirectly the work of justice, which removes the obstacles, but directly it is the work of friendship”.


Untag Surabaya || Fakultas Hukum Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya